A.
Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan terjadinya peristiwa – peristiwa
tawuran para pelajar yang saat ini sedang maraknya terjadi. Tawuran saat ini
juga sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.
Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota
– kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di
bahas. Perilaku pelajar yang anarkis berasal dari banyak faktor yang
mempengaruhi baik faktor internal ataupun eksternal.
Perlikau tawuran pelajar bukan hanya mengakibatkan
kerugian harta benda atau korban cidera tetapi bisa sampai merenggut nyawa
orang lain. Di mata mereka nyawa tidak ada harganya, bahkan mereka merasa
bangga jika berhasil membunuh pelajar sekolah lain yang mereka anggap musuh
mereka.
Beberapa minggu yang lalu siswa SMAN 6 Jakarta
meninggal dunia karena terbacok oleh siswa SMAN 70 Jakarta. Apakah ini hasil
dari pendidikan untuk bangsa kita?
Oleh karena itu , dalam makalah ini saya akan
membahas secara keseluruhan tentang aksi tawuran pelajar. Karena jika hal ini
terus dibiarkan maka bangsa kita akan semakin hancur, hapuslah kekerasan dalam
citra bangsa kita.
B.
Tujuan :
Karya tulis ini bertujuan agar para pelajar
menyadari bahwa tindakan asusila tawuran adalah tindakan yang sangat tidak
pantas dilakukan oleh seorang pelajar.
Memajukan bangsa kita agar lebih baik dari bangsa
lain dengan cara mencetak prestasi – prestasi yang membanggakan. Mengahapus
tindakan kekerasan pada jiwa seseorang yang menimbulkan dampak negatif untuk
orang lain ataupun dirinya sendiri.
Berharap supaya kita semua saling bekerjasama untuk
meningkatkan kualitas pendidikan bangsa Indonesia, merubah sistem pendidikan
yang lebih baim agar siswa – siswi merasa nyaman belajar di sekolah.
Sehingga para pelajar setiap harnya selalu
bersemangat untuk menimba ilmu pengetahuan di sekolahnya masing – masing.
C.
Sasaran :
Pelajar
Para
pelajar harus memahamii bahwaa masaa depan yang cerah ada di tangan kita sendiri.
Jika kita ingin menjadi orang yang
sukses.
Orang
tua
Para
pelajar yang sering melakukan tindakan asusila biasanya karena pelajar yang
sering menghadapi konflik di keluarganya. Seperti , kurang perhatian dari kedua
orang tuanya, sikap orang tua yang selalu menyelesaikan masalah dengan tindakan
kekerasan menyebabkan pola pikir anak menjadi tidak baik. Sehingga anak
melampiaskannya kepada orang lain dan selalu menyelesaikan masalah dengan emosi
atau tindakan yang kasar.
Pemerintah
Pemerintah
seharusnya memberikan ketegasan dalam masalah hukum untuk para pelajar yang
melakukan tindakan tawuran. Memberikan hukuman yang sesuai dengan apa yang
sudah mereka lakukan supaya mereka merasa jera dan tidak mengulangi
perbuatannya lagi.
Pihak
Kepolisian
Kepolisian
harus selalu mengawasi di setiap sekolah yang rawan terjadi tawuran. Jangan
sampai harus terjatuh korban terlebih dahulu, baru polisi muncul dan bertugas
menyelesaikan kasus tersebut.
Guru
atau Pihak Sekolah
Pihak
sekolah beserta guru – guru harus memberikan tekhnik pengajaran yang kreatif,
yang membuat siswa merasa nyaman di lingkungan sekolah. Menghapus tindakan
kekerasan guru terhadap murid yang terjadi di sekolah. Selalu memberikan reward
untuk siswa – siswi yang berprestasi. Mengadakan kegiatan yang lebih bermanfaat
di waktu senggang setelah sekolah.
BAB
II
PERMASALAHAN
A.
Pengertian Tawuran
Tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak
kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat.
B. Faktor
– faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tawuran
1.
Faktor internal
Ketidakmampuan/kurang
mampunya beradaptasi dengan lingkungan sosial yang kompleks menimbulkan tekanan
pada setiap orang. Terutama pada remaja yang mentalnya masih labil dan masih
dalam pencarian jati diri dan tujuan hidup. Kekompleksan seperti keberagaman
budaya, kemampuan ekonomi dan pandangan tidak bisa diterima sehingga
dilampiaskan lewat kekerasan.
Saat
tidak mampu beradaptasi, rasa putus asa, menyalahkan orang lain dan memilih
cara instan untuk memecahkan persoalan membuat rasa frustasi semakin
mengendalikan emosi pelajar yang labil. Ketidakpekaan terhadap perasaan
sesamanya mengakibatkan pelajar tega menganiaya hingga membunuh sesamanya.
Sebenarnya, dalam diri mereka butuh pengakuan.
2.
Faktor keluarga
Jika
keluarga tidak bahagia, bahkan ada kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak
pada mental psikologis anak. Secara tidak langsung, remaja akan meniru pola
yang ia lihat di dalam keluarganya. Anak yang terlalu dilindungi orangtuanya
(dimanja) juga akan sama saja. Saat bergabung dalam kelompok sosialnya di
sekolah, ia akan menyerahkan diri secara total tanpa memiliki kepribadian dan
prinsip yang kuat.
Penyesuaian
emosional yang kurang memadai ditambah dengan kelompok sosial yang tidak benar
semakin memungkinkan terjadinya tawuran antar pelajar.
3.
Faktor sekolah
Kebosanan
di dalam ruang belajar mengajar seperti tindak belajar mengajar yang monoton,
tidak mengijinkan siswa untuk bertindak kreatif, terlalu mengekang dan otoriter
juga menjadi pengaruh. Sebagian besar hidup remaja juga dihabiskan di sekolah,
tempat ia belajar sekaligus mengekspresikan dirinya. Tak heran jika sekolah
sering disebut sebagai rumah kedua.
Siswa
yang bosan akan memilih untuk bersenang-senang di luar sekolah. Guru sekolah
dinilai sebagai pihak otoriter yang gemar menghukum siswanya ketimbang mendidik
dalam arti yang sebenarnya.
4.
Faktor lingkungan
Faktor
ini jauh lebih luas daripada lingkungan rumah remaja. Lingkungan ini juga
berbicara sekolah, media televisi, media cetak dan ketidakpuasan atas negara
atau fasilitas negara. Jika diruntut dari faktor lingkungan, media-media dan
teladan pemerintah juga menjadi sorotan atas tawuran pelajar.
Masih
ingat dengan kasus perkelahian dewan yang terhormat? Media yang menampilkan dan
oknum yang berbuat juga bisa dipersalahkan karena memberi teladan yang buruk.
Rasa
solidaritas yang diberikan remaja, seringkali berada di jalur yang salah.
Sebaiknya perlu ditekankan ulang akan pentingnya mengendalikan rasa solidaritas
dengan akal pikiran sehat dan jiwa toleransi antar manusia yang tinggi.
Solidaritas tidak selalu ikut-ikutan dalam hal buruk.
C. Contoh
Kasus Tawuran Antar Pelajar :
Kamis, 17 Desember 2009 | 04:40 WIB
Jakarta, Kompas - Aksi
kekerasan yang dilakukan pelajar belum berhenti. Bahkan, kekerasan pelajar yang
dilakukan dalam tawuran antarpelajar di kawasan Gunung Sahari, Kemayoran, Rabu
(16/12) pukul 09.30, menyebabkan Ahmad Supratman (15), pelajar SMKN 1 Jakarta,
tewas disabet senjata tajam oleh pelaku yang juga berstatus pelajar.
Tawuran terjadi ketika Ahmad
dan teman-temannya terlibat saling ejek dengan rombongan pelajar lain di dalam
bus yang melintas di kawasan tersebut. Saling ejek itu berlanjut dengan saling
melempar batu. Pelajar dari dalam bus ada yang membawa senjata tajam. Senjata
tajam inilah yang digunakan melukai punggung dan leher Ahmad.
Sejumlah teman yang melihat
Ahmad terkapar penuh darah segera membawa korban ke rumah sakit. Namun, nyawa
warga Jalan Angkasa Kecil 12, Kemayoran, ini tidak tertolong.
Kepala Unit Reserse Kriminal
Kemayoran Ajun Inspektur Satu Iswantoro mengatakan, pihaknya masih menelusuri
pelajar yang terlibat tawuran ini. ”Penyelidikan masih dilakukan. Sampai sekarang
belum diketahui identitas sekolah pelajar yang tawuran selain SMKN 1,” ucap
Iswantoro.
Berdamai
Kasus kekerasan antarsiswa
termasuk tawuran antarsekolah dan kekerasan senior terhadap yuniornya sering
terjadi di Jakarta. Kasus yang terakhir terkuak adalah kekerasan di SMAN 82,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ketua Komisi Nasional
Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, meski alot, akhirnya mediasi antara
pelaku, korban, dan keluarga sepakat tidak meneruskan kasus ke pengadilan.
Awalnya, orangtua Ade Fauzan
Mahfuza, Marlin Anggraini, berkeras menuntut pelaku diproses hukum. Ade yang
menjadi korban kekerasan seniornya kemudian pindah sekolah.
”Sanksi harus diberikan bagi
yang salah. Namun, karena menyangkut masa depan anak yang masih bisa diperbaiki,
keputusan penghentian kasus ini sangat bijaksana,” tutur Seto.
Menurut Seto, kasus
kekerasan di SMAN 82 sudah berlangsung lama. Kekerasan ini baru terungkap saat
Ade, siswa kelas I dihajar seniornya pada awal November lalu dan harus dirawat
selama sepekan di Rumah Sakit Pusat Pertamina.
Agar tidak terulang, Seto
menegaskan perlunya konsultasi psikologi rutin bagi korban ataupun pelaku dan
bagi siswa sekolah yang memiliki tradisi bullying. Kasus bullying di Jakarta
yang terungkap sejak 2007 memang selalu berakhir damai. Hanya kasus
penganiayaan siswa yunior kelas X SMA 34, yaitu Muhammad Fadhil Harkaputra
Sirath (15), tahun 2008, yang berakhir di persidangan. Lima pelaku siswa kelas
XII dihukum penjara 45 hari. (ART/NEL)
Tawuran SMA 6 dan 70, Kepala Dinas Pendidikan DKI Tak Ditegur
Satu pelajar
tewas dan dua lainnya terluka akibat tawuran kemarin.
Selasa, 25 September 2012, 11:42
VIVAnews
- Tawuran pelajar SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta kembali terjadi. Satu pelajar dari
SMAN 6, Alawi Yusianto Putra, tewas. Dua temannya, Dimas dan Faruq, terluka.
Tawuran pelajar dari kedua sekolah ini bukan yang
pertama. Sebelumnya, pelajar kedua sekolah beberapa kali terlibat tawuran.
Meski bentrokan pelajar ini sering terjadi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merasa tidak perlu menegur Kepala Dinas
Pendidikan DKI Jakarta. Kemendikbud juga tak menegur kepala sekolah kedua SMA
itu.
"Kami rasa tidak perlu menegur, mereka bukan pelaku tawuran," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad saat berbincang dengan VIVAnews, Selasa 25 September 2012.
"Kami rasa tidak perlu menegur, mereka bukan pelaku tawuran," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad saat berbincang dengan VIVAnews, Selasa 25 September 2012.
Menurut Ibnu, saat ini yang paling penting bukan
menegur dan saling menyalahkan. "Yang paling penting bagaimana kepala
dinas mengkoordinasikan jangan sampai kejadian serupa terjadi lagi,"
katanya.
Ibnu sendiri mengakui bahwa Kemendikbud belum
memiliki kajian khusus untuk mengatasi tawuran antara pelajar SMAN 6 dan SMAN
70 Jakarta ini. Meskipun tawuran pelajar kedua sekolah yang berdekatan ini
terjadi beberapa kali.
D. Cara Mencegah Tawuran Antar Pelajar :
- Para Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
- Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
- Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
- Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
- Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
E.
Penjelasan
Materi Makalah dengan menggunakan Analisis Swot
Analisis permasalahan
perilaku sosial tawuran antara kelompok pelajar dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan kondisi lingkungan internal maupun eksternal dilihat dari
aspek :
1.
Kekuatan (
Strenght )
a.
Pelajar ingin
membela sekolahnya, agar tidak diserang oleh sekolah lain.
b.
Pelajar
cenderung menganggap tawuran sebagai cara memperoleh pengakuan dan status
tinggi serta disegani dalam kelompoknya.
c.
Para pelajar
melakukan tawuran bsa juga karena hal ingin membela teman yang pernah diserang
oleh sekolah lain.
d.
Pelajar
menganggap kenakalan yang dilakukan hanya manifestasi simbolis aspirasi mereka
karena sering diperlakukan tidak adil.
2.
Kelemahan (
Weakness )
a.
Sering
mengeluarkan kata – kata yang mengejek hanya karena hal yang kecil, dapat
memicu terjadinya tawuran. Atau bahkan hanya karena saling menatap secara
pandangan yang sinis juga bisa menyebabkan terjadinya tawuran.
b.
Karena masalah
rebutan seorang wanita, juga bisa memicu terjadinya perkelahian antar pelajar.
c.
Mendapatkan
pengaruh yang tidak bak dari seorang profokator, untuk menyerang sekolah lain.
d.
Kekerasan yang
sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan di pikiran para remaja.
Bercanda yang terlalu berlebihan yang bisa menimbulkan emosi sampai akhirnya
terjadi perkelahian.
3.
Peluang (
Opportunity )
a.
Lingkungan rumah
dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Tidak adanya
kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar
disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
b.
Orang tua yang
terlalu memberikan kebebasan untuk anaknya, kurang mengawasi anaknya bisa
membuat anak mencari jati dirinya di lingkungan luar dengan cara yang negatif.
c.
Sikap polisi
yang kurang siaga untuk kasus tawuran antar pelajar. Polisi yang selalu baru
memunculkan dirinya setelah jatuhnya korban tewas karena aksi brutal pelajar.
d.
Sekolah yang
kurang begitu ketat mengadakan razia atau pemeriksaan terhadap siswa –
siswinya.
4.
Tantangan /
Hambatan ( Threats )
a.
Para pelajar
yang melakukan tawuran akan mendapatkan hukuman dari pihak kepolisian.
b.
Sikap pelajar
yang anarkis, membuat para orang tua mereka menjadi geram atas tingkah laku
mereka yang sangat tidak pantas di usia mereka yang masih sangat remaja. Orang
tua juga bisa menjadi stress akibat perbuatan anaknya.
c.
Membuat nama dan
citra keluarga serta citra sekolah menjadi buruk di mata masyarakat.
d.
Sekolah biasanya
memberikan sanksi yang berat untuk pelajar yang melakukan tawuran.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Tawuran pelajar
adalah tindakan kriminal yang biasa terjadi di kota – kota besar di Indonesia,
yang biasa terjadi karena di dasari alasan solidaritas sesama teman.
2.
Sekolah ,
lingkungan , orang tua , dan pemerintah merupakan peran yang paling utama dan
harus bertanggung jawab serta bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi
permasalahan ini.
3.
Para pelajar
juga harus menyadari bahwa kita sebagai generasi muda diwajibkan untuk saling
bahu membahu mengisi kemerdekaan, memajukan bangsa kita. Membuat prestasi yang
bisa mengharumkan nama bangsa , agar mereka tidak melakukan tindakan asusila
seperti tawuran.
4.
Kepribadian
setiap insan manusia pada dasarnya dalah sosok yang berbudi mulia. Hanya saja
karena adanya faktor – faktor internal ataupun eksternal, yang ,membuat pribadi
manusia mengalami proses perubahan. Dan dari proses perubahan tersebut dapat
mengarah ke dampak yang positif atau negatif.
B.
Rekomendasi
1.
Peningkatan
kasus tawuran pelajar membuat KPAI ( Komisi Perlindungan Anak Indonesia )
menyatakan untuk segera mewujudkan “Sekolah Ramah Anak” , agar tidak semakin
merajalela kasus tawuran pelajar ini.
2.
Memberi
kesempatan pada para remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan
sehat.
3.
Memberi
kesempatan kepada para pelajar untuk mengembangkan bakatnya masing – masing,
sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang dengan hal yang positif setelah
kegiatan belajar di sekolah usai.
4.
Memberikan
reward ( penghargaan ) terhadap siswa-siswi yang berprestasi. Agar memacu murid
lain untuk mencetak prestasi yang jauh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Shvoong.com
Ø Kompas.com
Ø VIVA.news.com
Ø Tutorialto.com
Ø Okezone.com
Ø Metronews.viva.co.id